Hujan kala itu.

cateluna.
2 min readJul 15, 2022

--

Di antara tetesan air hujan yang jatuh ke bumi, satu, dua, di antaranya mengenai ujung sepatu milik Lee Chaeyoung. Kakinya ditarik, meringkuk kecil memeluk lutut di ujung halte yang sepi.

Isa — nama panggilannya, hanya tidak mengerti, mengapa ia sampai terjebak di sini? Hujan yang turun tanpa dinanti-nanti, sedikit membasahi ujung rambutnya yang sudah tertata rapi.

Isa sudah tidak berbentuk lagi, celana jeansnya sudah pasti kotor dengan tanah — Isa duduk di bawah, ia ketakutan, sebab gemuruh pun ikut menyapa, membuat tubuhnya gemetar, diikuti rasa sesak yang menyiksa.

Isa hanya tidak suka hujan serta temannya, ah, bisa dibilang ia benci. Isa menggigit bibir, menenggelamkan wajahnya pada lipatan lutut. Mencoba menghibur diri bahwa hujan akan segera pergi.

Ia tidak memikirkan apapun, hanya ingin lekas kembali, mandi, kemudian merebahkan diri. Bergelung dengan selimut, dan menghilangkan rasa sesak yang terus menyelinap.

Namun derap langkah kaki bercampur dengan air hujan itu, masuk tanpa permisi. Apalagi ketika Isa merasakan ada seseorang yang menepuk lembut bahunya, memanggilnya dengan suara yang luar biasa indah.

“Hei, kamu baik?”

Isa malu untuk sekedar mendongak, wajahnya pasti sangat berantakan. Ada bekas air mata, keringat, bercampur satu membuat rasa takutnya berubah menjadi malu.

Pada akhirnya Isa melepaskan pelukan pada lututnya, sedikit mengangkat wajah tanpa berani menatap yang bertanya.

“Kurang… ah.. Engga baik sama sekali, kapan ya hujan berhenti?” Isa mencicit kecil, memperhatikan rintik hujan yang saling berebut untuk sampai duluan.

Sosok itu tertawa renyah, mendudukkan diri di samping Isa yang berantakan. Memandang lurus ke depan, ikut memperhatikan hujan.

“Tarik nafas ya? Engga apa kalau hujannya lama berhenti, yang penting kamu udah engga sendiri.”

Suaranya dalam dan berat sekali, Isa terpaku, siapa sih lelaki ini? Kenapa ucapannya benar-benar mengetuk hatinya tanpa permisi?

“Benar ya.. sekarang ada kamu di sini, mendadak rasa takutku perlahan pergi.”

Isa mulai berani menatap ke samping, dihadapkan langsung dengan pahatan sempurna, seperti dewa, ah — biarkan Isa memujanya sendiri dalam hati, takut tidak akan pernah ada waktu kesekian kali.

Lelaki itu hanya menanggapi ucapan Isa dengan senyuman lembut, dia diam sampai waktu di mana hujan tidak lagi turun. Gemuruh pergi dibawa oleh angin ke tepi yang lain.

Isa mengulum senyum, rasa sesaknya semakin hilang ditelan bumi.

“Hujannya berhenti, kamu tau kenapa?”

Mereka bertatapan, Isa merasa seperti jantungnya akan menjadi petasan. Ah.. benar-benar, kenapa rasanya menggelitik sekali, sih?

“Mm.. kenapa?”

Lelaki itu bangkit berdiri, mengulurkan tangan kepada yang lebih kecil, menarik Isa agar tidak terduduk lagi.

“Hujan engga suka lihat kamu kayak tadi, dia lebih suka kalau lihat kamu senyum kayak gini. Ayo pulang? Aku antar.”

Isa diam seribu bahasa, namun tepukan lembut di kepalanya benar-benar menghangatkan, ucapannya pun mengalirkan rasa damai dalam hati Isa.

Tangannya masih saling bertaut, lelaki itu mengambil langkah lebih dahulu — namun Isa menariknya kembali, menghentikan pergerakan kaki yang lebih tinggi.

“Nama kamu…”

Heeseung. Kamu bisa panggil itu, sekarang kita pulang dulu? Kamu butuh membersihkan diri, nanti kita kenalan lagi?”

“Kamu mampir ya… aku buatin cokelat hangat untuk ucapan terimakasih, gimana?”

Heeseung tersenyum kecil, tidak akan pernah ada kalimat penolakan untuk itu.

Juli 2022.

--

--

cateluna.
cateluna.

Written by cateluna.

0 Followers

can you see me?

No responses yet